Perempuan Papua meninggal dunia diduga akibat salah tembak oknum aparat

Perempuan Papua meninggal dunia diduga akibat salah tembak oknum aparat
papua Hak atas foto JEWEL SAMAD/AFP/Getty Images

Seorang perempuan Papua meninggal dunia terkena peluru aparat kepolisian pada Minggu (04/02) ketika terjadi kericuhan di pelabuhan barang milik Freeport Indonesia.

Kericuhan terjadi di pelabuhan kargo milik PT Freeport Indonesia di Distrik Mimika Timur Jauh, Mimika, Papua pada Minggu (04/02) dini hari. Dalam peristiwa ini , seorang perempuan tewas diduga lantaran tertembak peluru aparat kepolisian yang salah sasaran.

Emalukata Emakeparo, 61, meninggal di pangkuan suaminya yang hingga kini masih trauma akan peristiwa yang dihadapinya, seperti dituturkan pengacara hak asasi manusia Veronica Koman.

"Korban dan suaminya memang sedang di portside [untuk] ambil air. Kemudian ada suara tembakan, terus mama sempat bingung. Saat itu, mama sendiri tidak sadar bahwa dia sudah kena tembak," ujar Veronica yang mewakili keluarga korban yang masih enggan untuk memberi pernyataan kepada publik lantaran masih trauma, Senin (05/02)

"Tidak terasa, kena langsung di kepala. Kemudian meninggal di situ, di tangan suaminya," tambahnya.

'Papua saudara kami', dukungan untuk pendemo Papua di Jakarta Meskipun kadang bergolak, Papua dan Papua Barat 'memiliki kebebasan sipil tertinggi' Masalah Papua: 'Kalau diselesaikan dengan senjata, isolasi akan terjadi lagi'

Ia kemudian menuturkan kronologi insiden tersebut.

Peristiwa bermula ketika terjadi kericuhan saat tiga orang diduga mencuri konsentrat tembaga di dermaga kargo Freeport Indonesia. Pihak keamanan dan kepolisian kemudian melakukan pengejaran dan salah satu orang berhasil ditangkap.

Selanjutnya, dia dibawa ke Polres Mimika untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, di tengah perjalanan melalui jalur perairan, pria tersebut melompat dari perahu cepat dalam kondisi tangan terborgol. Pada saat itulah, keluar tembakan senjata api dari aparat.

Tak jauh dari situ, Emalukata dan suaminya tengah berada dalam perahu kecil untuk mengambil air ketika butir peluru menembus kepala bagian belakangnya.

Hak atas foto IRSUL ADITRA/AFP/Getty Images Image caption Orang-orang Papua memegang spanduk bertuliskan 'Tutup Freeport' saat demonstrasi menentang Freeport di Timika pada tanggal 20 Maret 2017.

Emalukata adalah ibu rumah tangga dari suku Kamoro, warga Pulau Karaka, Mimika, Papua.

Jasad Emalukata kemudian diarak ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mimika. Kerabat korban yang semuanya berasal dari Suku Kamoro menuntut agar insiden salah tembak ini diselidiki hingga tuntas.

Bahkan, jasad Emalukata sempat menginap semalam di gedung yang berlokasi di Jalan Cendrawasih, Timika, tersebut.

Polres Mimika meminta maaf atas intimidasi 'oknum polisi' terhadap wartawan Ratusan sandera di Mimika, Papua, sudah dievakuasi dari dua kampung yang diisolasi Masalah Papua: 'Kalau diselesaikan dengan senjata, isolasi akan terjadi lagi'

Massa yang tidak puas dengan kejadian itu masih memblokade ruas Jalan Cenderawasih yang menghubungkan Kota Timika-Kuala Kencana dengan membakar ban mobil di tengah ruas jalan mengakibatkan ruas jalan itu tidak bisa dilintasi kendaraan dari dua sisi.

"Tapi kemudian pagi tadi polisi paksa pindah jasadnya yang ditaruh di DPRD, paksa pindah bawa ke rumah sakit," ungkap Veronica.

Jenazah Imakulata Emakeparo kemudian dibawa ke Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika untuk diautopsi. Permintaan autopsi dari pihak kepolisian guna memperjelas penyebab kematiannya, akhirnya disetujui oleh pihak keluarga korban. Autopsi perlu dilakukan untuk memperjelas penyebab kematian.

Kronologi berbeda

Terkait dengan insiden ini, PT Freeport Indonesia (PTFI) mengeluarkan memo internal kepada para karyawannya untuk tidak melakukan perjalanan melewati Gedung DPRD di Timika.

"Semua kendaraaan berlogo PTFI disarankan tidak melintasi Jalan Cendrawasih, Timika untuk menghindari gangguan di sekitar gedung DPRD Mimika. Para karyawan juga dianjurkan untuk menghindari area tersebut," tulis peringatan dalam memo tersebut.

Hak atas foto OLIVIA RONDONUWU/AFP/Getty Images) Image caption Tambang Freeport berlokasi di Timika, Papua, wilayah yang sebelumnya dihuni oleh suku Kamoro.

Berbeda dengan kronologi dari pihak korban, dalam kronologi yang dipublikasikan oleh Freeport dalam memo tersebut terungkap bahwa pada hari Sabtu sekitar pukul 21:40 WIT, sekelompok orang nonkaryawan mencoba memasuki fasilitas dewatering plant di Portside.

Personel keamanan merespons dan membubarkan orang-orang tersebut. Satu orang tersangka ditangkap.

Sekitar pukul 22:30 WIT, ketika tersangka dibawa dari ke dermaga barang, aparat dilempari batu oleh sekelompok orang bukan karyawan.

"Pihak aparat dilaporkan merespons dengan menembakkan peluru karet ke udara. Sementara kejadian pastinya masih belum jelas, satu orang nonkaryawan perempuan meninggal dunia saat konfrontasi ini," tulis pernyataan tersebut.

Hak atas foto DEwira/AFP/Getty Images Image caption Kericuhan antara warga Papua dan aparat acap kali terjadi. Pada 27 Februari 2006, ratusan demonstran ricuh dengan aparat kepolisian dalam sebuah demo di kantar Freeport di Jakarta.

Sejumlah orang kemudian berkumpul di area dermaga pelabuhan, namun berangsur membubarkan diri dan area ini dinyatakan aman pada hari Minggu dini hari (04/02).

Tujuh oknum diperiksa

Pascakejadian, Polda Papua memeriksa tujuh anggotanya yang diduga terlibat dalam insiden tersebut.

Veronica berharap bahwa hasil pemeriksaan terhadap aparat ini bisa memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban.

"Jangan sampai hasil dari pemeriksaan hanya kasih vonis suruh minta maaf dan mutasi, seperti kasus penembakan Deiyai tanggal 1 Agustus tahun lalu yang menewaskan satu orang meninggal dan delapan orang lainnya luka-luka," ujar Veronica.

BBC Indonesia telah menghubungi Kepolisian Daerah Papua dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), namun hingga berita ini diturunkan, mereka tidak merespons permintaan wawancara dari BBC Indonesia.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.