Rencana cadangan lindungi WNI di Suriah disiapkan jika eskalasi konflik meningkat

Rencana cadangan lindungi WNI di Suriah disiapkan jika eskalasi konflik meningkat
Syria Hak atas foto AFP Image caption Pusat penelitian di Barzeh -sebelah utara ibu kota Damaskus- hancur diserang rudal Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.

Meskipun perkembangan situasi di Suriah cukup kondusif, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Damaskus tetap waspada dan menyiapkan rencana cadangan jika eskalasi konflik terus meningkat.

Pejabat Konsuler, Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Damaskus Miranda Mukhlis memastikan sekitar 1.500 warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Suriah dalam kondisi aman menyusul serangan pasukan koalisi AS, Inggris dan Prancis terhadap Suriah pada Sabtu dini hari.

KBRI pun terus berupaya untuk memastikan mereka dalam kondisi aman.

"KBRI tetap beroperasi normal, aktivitas masyarakat di Damaskus juga biasa saja, mereka kembali bekerja dan beraktivitas sepereti biasa," ujar Miranda kepada BBC Indonesia.

Serangan Suriah: Kelompok pro jihadis di Indonesia 'berterima kasih' pada serangan AS Serangan Suriah: Apa yang dapat dicapai intervensi militer Barat? Serangan rudal AS 'menghancurkan 20% pesawat Suriah'

"Keadaan kota Damaskus-nya sih sebetulnya tertangani ya, tapi memang fungsi kami adalah perlindungan, jadi itu yang kami utamakan, kenapa kami masih berada juga di Damaskus," imbuhnya kemudian.

Meski suasana relatif masih kondusif, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan pemerintah sudah menyiapkan rencana cadangan (contingency plan) jika situasi kembali memanas.

"Kalau terkait warga negara sudah sejak seminggu terakhir kita sudah melakukan antisipasi terkait perkembangan di Suriah, bahkan KBRI sudah menyusun contingency plan dalam rangka memberikan perlindungan kepada sekitar 2.000-an WNI kita yang masih ada di Suriah," kata dia

Meski enggan membeberkan rencana cadangan yang disiapkan pemerintah, Iqbal menegaskan pemerintah sudah melakukan komunikasi dengan WNI yang berada di Damaskus dan sekitarnya.

"Terutama di wilayah-wilayah yang diperkirakan menjadi target serangan Amerika dan sekutunya," tegas Iqbal.

Hak atas foto LOUAI BESHARA/AFP Image caption Tentara Suriah berjaga-jaga di pinggiran ibu kota Damaskus yang berbatasan dengan wilayah yang dikuasai pemberontak, Ghouta Timur. Indonesia secara resmi melarang penempatan TKI di Suriah.

"So far kita sudah establish komunikasi terus. Kita sudah hidupkan KBRI hotline in case warga kita perlu bantuan, kita juga sudah siapkan dukungan teknis dan logistik evakuasi jika diperlukan nantinya," imbuhnya kemudian.

Seperti diketahui, AS, bersama Inggris dan Prancis, akhirnya benar-benar melancarkan serangan terhadap Suriah, pada Sabtu dinihari WIB (14/04).

Sejumlah ledakan menghantam ibu kota Damaskus dan dua lokasi lain di dekat kota Homs, menurut Departemen Pertahanan Amerika Serikat.

President Donald Trump mengumumkan serangan itu merupakan tanggapan atas dugaan serangan kimia.

Rusia mengutuk serangan itu sebagai pelanggaran atas hukum internasional, dan mempringatkan bahwa AS, Inggris dan Prancis tak akan dibiarkan.

Kebanyakan TKI ilegal

Berdasarkan data terakhir dari Kementarian Dalam Negeri Suriah, 1.574 WNI memiliki izin tinggal di Suriah. Namun angka di lapangan bisa jadi lebih dari itu.

Menurut Iqbal, hal ini karena banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) Indonesia yang diberangkatkan tak sesuai prosedur, sehingga data mereka tak tercatat.

"Kebanyakan dari angka tersebut, sebetulnya masuk diberangkatkan sebagai TKI ke Suriah secara illegal dari Indonesia," kata dia.

'Serangan kimia' di Suriah, Trump keluarkan peringatan keras untuk Assad Serangan rudal AS 'menghancurkan 20% pesawat Suriah' Berbagai reaksi dunia atas serangan AS ke pangkalan udara Suriah

Sebagian besar WNI tinggal di wilayah Damaskus dan sekitarnya.

Para TKI illegal ini, datang ke Suriah setelah ada moratorium pengiriman tenaga kerja sektor informal dari Indonesia ke Timur Tengah, termasuk Suriah, sejak 2015 lalu.

Pejabat Konsuler, Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Damaskus Miranda Mukhlis mengatakan pemberhentian pengiriman TKI di Timur Tengah harus cepat dilakukan, apalagi kondisi di Suriah yang masih memanas.

Lantaran dikirim tidak sesuai prosedur, KBRI pun tak memiliki data resmi terkait keberadaan mereka di Suriah. Mereka juga tidak melaporkan diri ke Suriah.

Hak atas foto KBRI Damaskus Image caption Pemerintah Indonesia, melalaui KBRI Damaskus telah memulangkan 296 kelompok TKI dari Suriah sejak Februari 2012, termasuk pemulangan pada tahun 2017 ini.

"Kita hanya bisa menunggu telepon, misalnya kalau terjadi serangan seperti kemarin," ujar dia.

"Karena keberadaan TKI dan TKW ini masuk [secara illegal] data tidak resmi, ya kami kesulitan sekali. Minimal untuk jumlahnya saja, kami tidak memiliki figur yang pasti," tambah Miranda.

Dia memperkirakan jumlah keseluruhan WNI di Suriah mencapai lebih dari 2.000 orang.

40 WNI akan dipulangkan

Lebih lanjut, Iqbal menuturkan hingga kini pemerintah Indonesia belum ada rencana untuk mengevakuasi para WNI yang bermukim di Suriah, namun pemerintah terus mewaspadai perkembangan konflik yang sudah berlangsung selama lebih tujuh tahun itu.

Saat ini, pemerintah memprioritaskan untuk memulangkan 40 WNI yang kini berada di penampungan KBRI Damaskus.

Media playback tidak ada di perangkat Anda

Serangan AS, Inggris, Prancis ke Suriah.

"Sebagian dari mereka karena merasa tidak aman, sebagian lainnya karena mereka ada permasalahan ketenagakerjaan dengan majikannya sehingga meminta bantuan KBRI," jelas Iqbal.

"Kita melihat jika ada eskalasi konflik maka KBRI akan fokus untuk menyelamatkan WNI yang berada di luar sehingga mereka yang di shelter harus dilakukan percepatan untuk pemulangan," kata Iqbal kemudian.

'Tak akan ada eskalasi ketegangan'

Pengamat Timur Tengah dari Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Smith Al Hadar memandang serangan Sabtu dini hari hanya 'gertakan' bagi pemerintah Suriah yang sudah berulang kali dituduh melakukan serangan dengan senjata kimia.

Namun, dia memproyeksikan tidak akan ada perang besar pasca serangan AS dan sekutunya baru-baru ini. Apalagi, Rusia yang mendukung rezim Bashar al-Assad dinilai tidak akan melakukan serangan balasan, lantaran risikonya terlalu besar.

"Beberapa waktu lalu Donald Trump mengatakan AS segera menarik pasukannya dari Suriah karena ISIS dianggap telah dikalahkan. Nah, ini berarti serangan barusan hanyalah serangan farewell, serangan perpisahan kepada Suriah, AS akan mundur dari Suriah dan melepaskan Suriah ke Rusia," jelas Smith.

Hak atas foto BBC Indonesia

"Jadi tidak akan ada eskalasi ketegangan antara Rusia dan negara-negara barat karena semua pihak tidak menghendaki hal ini terjadi," tegasnya kemudian.

Betatapun, dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB pada hari Minggu (15/04), yang diminta Rusia setelah serangan udara atas Suriah, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan bahwa Amerika Serikat siap dan mampu melakukan serangan lagi jika pemerintah Presiden Assad kembali menggunakan senjata kimia.

Dia yakin bahwa serangan sudah melumpuhkan program senjata kimia Suriah namun siap meneruskan tekanan jika rezim Suriah 'cukup bodoh untuk menguji tekad kami.'

"Jika rezim Suriah menggunakan gas beracun ini lagi, Amerika serikat siap dan mampu," tegasnya

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.