Apakah tsunami Aceh 13 tahun lalu meningkatkan kesiagaan bencana di Indonesia?

Apakah tsunami Aceh 13 tahun lalu meningkatkan kesiagaan bencana di Indonesia?
Aceh Hak atas foto RAIHAL FAJRI Image caption Keluarga korban tengah berdoa pada peringatan 13 tahun bencana tsunami di Banda Aceh, 26 Desember 2017.

Bencana tsunami yang terjadi di Aceh 13 tahun lalu -yang menewaskan sekitar 170.000 jiwa- mendorong peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bencana.

Hal itu disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB, karena masyarakat dianggap lebih siap menghadapi bencana sementara sistem peringatan dini tsunami sudah tersedia.

Kepala Pusat Data & Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menjelaskan dalam kurun waktu 13 tahun itu, Indonesia telah memiliki sistem peringatan dini tsunami yang bisa diakses dengan cepat oleh masyarakat.

Salah satu komponen peringatan dini tsunami adalah alat yang ditaruh di laut atau buoy.

Tsunami Aceh, 13 tahun kemudian dan kesadaran melawan lupa Reuni mengharukan setelah 10 tahun tsunami

Saat ini Indonesia memiliki 22 buoy atau semacam alat pelampung di laut untuk memberi peringatan dini tsunami walau beberapa rusak karena kerusakan teknis maupun vandalisme.

Namun, kilah Sutopo, kerusakan tersebut tidak mempengaruhi sistem peringatan dini tsunami secara signifikan karena buoy bukanlah komponen utama.

"Dalam sistem peringatan dini tsunami ada tiga komponen satu jaringan seismograf, kedua pasang surut, dan yang ketiga bouy, di mana bouy dan pasang surut itu hanya komponen pendukung saja di dalam peringatan dini tsunami, jadi bukan yang utama."

"Yang utama itu jaringan seismograf yang ada di BMKG yang langsung memberikan informasi di mana gempa dan kedalamannya," tambah Sutopo.

Sistem peringatan dini memungkinkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi menyebabkan tsunami.

Seperti saat gempa bumi di Sukabumi Jawa Barat pada 15 Desember lalu, peringatan dini tsunami dengan cepat diinformasikan oleh BMKG melalui media sosial dan situs internet.

Hak atas foto RAIHAL FAJRI

Tsunami Aceh pada 26 Desember 2014 lalu diperkirakan menyebabkan 170.000 orang meninggal dunia di Indonesia dengan jumlah total korban di seluruh negara yang terdampak mencapai sekitar 250.000 jiwa.

Bencana itu pula yang membuat DPR berinisiatif membuat UU Penanggulangan Bencana pada 2007 lalu dan setahun kemudian disusul dengan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB.

"Sampai saat ini kita sudah punya Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD di 550 Kota dan Kabupaten," jelas Sutopo.

Jika pada 13 tahun, banyak negara lain membantu dalam menangani bencana tsunami di Aceh, saat ini menurut Sutopo, Indonesia justru menjadi donor bagi negara lain.

"Kita sering membantu negara lain dalam menangani bencana dan bahkan di Myanmar, UU Penanggulangan Bencana 75% mengadopsi UU yang ada di Indonesia."

Anak korban tsunami Aceh jadi korban trafficking Bila tsunami Aceh mewarnai kehidupan seseorang

Jelas sistem peringatan dini yang baik juga harus dibarengi dengan kesadaran masyarakat akan bencana, yang juga memperlihatkan peningkatan.

"Kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana terlihat lebih baik dari pada sebelumnya, memang masih ada kekurangannya. (Peningkatan) itu sudah kita lihat ketika terjadi warning tsunami, masyarakat secara spontan melakukan evakuasi mandiri mencari tempat yang lebih aman," kata Sutopo.

Meski demikian, menurut Sutopo wajar jika masih ada kepanikan di masyarakat ketika terjadi bencana.

"Yang penting masyarakat sudah tahu ke mana mereka harus melakukan evakuasi, dan ketika terjadi gempa masyarakat merespon dengan ke luar bangunan dan mencari tempat yang lebih aman," jelasnya .

Bagaimanapun Rubama -salah seorang warga Lhok Nga Aceh, yang dulu terkena dampak tusnami- menyatakan kesiagaan terhadap bencana tsunami dan bencana lainnya masih belum merata.

"Kalau saya melihatnya, hanya dinikmati oleh kota Banda Aceh, misalnya, atau yang cukup terjangkau. Tapi bagaimana dengan masyarakat yang berada di daerah yang punya potensi dihantam berbagai bentuk bencana... Saat ini yang dikembangkan adalah latihan simulasi (bencana) di sekoah-sekolah tapi bagaimana dengan masyarakat di kampung?"

Padahal, menurut Rubama, peningkatan kemampuan masyarakat terhadap bencana justru sebaiknya dimulai di kampung-kampung.

"Pelatihan simulasi dilakukan di kampung-kampung dan juga melibatkan lebih banyak perempuan di badan penanggulangan bencana karena mereka yang paham tentang kebutuhan perempuan yang menjadi korban bencana.

Dalam peringatan 13 tahun bencana tsunami di Aceh pada 26 Desember 2017, tema yang diangkat adalah 'melawan lupa' dengan tujuan agar masyarakat tetap bersiaga terhadap bencana.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.