PT Baula Masih “Bandel”

PT Baula Masih “Bandel”

Keluarga rumpun ahli waris almarhum Lamarota saat mengikuti hearing di DPRD Sultra, senin (4/12). Harapan mereka agar PT Baula lakukan ganti rugi lahan belum bisa terkabul. Makanya, dalam waktu dekat bakal menggugat lewat jalur perdata. Foto: LM Syuhada/Kendari Pos

KENDARIPOS.CO.ID — Kasus dugaan penyerobotan lahan yang melibatkan PT Baula Petra Buana (BPB) dengan rumpun keluarga almarhum Lamarota masih terus berlanjut. Niat baik DPRD Sultra, senin (4/12) untuk melakukan mediasi supaya ada titik temu belum ada hasil. Sikap “bandel” dan arogansi yang ditunjukkan perusahaan tambang nikel itu membuat mediasi berjalan buntu.

Bukannya menunjukkan niat baik, manajemen PT Baula justru menantang rumpun keluarga almarhum Lamarota selaku pemilik lahan untuk menggugat perdata di PTUN. “Kalau mereka menggugat, kami siap. Pastinya, sampai kapanpun kami tidak akan lagi membayar ganti rugi lahan,” tegas Adi, Direktur Operasional PT BPB usai hearing bersama Komisi I DPRD Sultra, senin (4/12).

Hearing tersebut dipimpin langsung Wakil Ketua Komisi I DPRD Sultra, Suwandi Andi. Turut hadir keluarga rumpun ahli waris almarhum Lamarota yang diwakili Yudi Lapae untuk berbicara, managemen PT BPB dihadiri Direktur Operasional Adi bersama kuasa hukumnya Algazali. Kemudian dari Dinas ESDM Sultra, Biro Hukum Sultra, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sultra. Mereka semua menyampaikan informasi terkait tupoksi masing-masing dalam masalah itu.

DPRD sengaja menghadirkan mereka untuk melakukan mediasi sekaligus mengetahui duduk perkara tanah ulayat di Desa Roraya (dulu namanya Desa Asingi), Kecamatan Tinanggea, Konsel yakni lokasi IUP PT BPB berada. Dari pihak ahli waris keluarga Lamarota, Yudi Lapae menjelaskan lahan 117 hektar yang ada di Kecamatan Tinanggea, Desa Roraya itu adalah awalnya milik Raja Lamarota. “Kami selaku ahli waris dari istri raja Lamarota mendapat surat wasiat yang isinya penguasaan di lahan tersebut,” jelasnya.

Yudi mengatakan, surat ini menguatkan bahwa memang raja Lamarota itu benar-benar ada. Bagi dia, surat itu menandakan bahwa penguasaaan lahan itu jatuh kepada ahli waris, yakni cucu dari istri Lamarota.
“Ini kebenaran yang ada. Jadi, jelas raja Lamarota memberikan kuasa kepada Nurdin Lapae melalui surat wasiat ini,” beber Yudi.

Dia menegaskan, di Desa Roraya itu jelas, tanah yang masuk dalam tanah ulayat yang diwariskan raja Lamarota. Makanya, pihaknya sangat heran ketika lahan 45 hektar dari 117 hektar yang diakui PT BPB sudah dibebaskan. Keluarga Lamarota kata dia tidak pernah sama sekali menerima pembebasan lahan dari perusahaan.

Menjawab hal itu Muhamad Gazali, selaku pengacara PT BPB membantah pernyataan tersebut. Kata dia, PT BPB sudah membayarkan ganti rugi lahan kepada keluarga Lamarota yang lain. Buktinya, Gazali menghadirkan keluarga Lamarota yang lain saat RDP tersebut. Gazali menuturkan, sebenarnya masalah penyerobotan lahan itu tidak ada.

Lebih jauh dia menjelaskan, pembebasan lahan sudah dilakukan sejak 2010. Nah, sebelum pembebasan lahan, pihaknya sebenarnya sudah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten Konsel, untuk menginventarisir lahan yang dimaksud. Inventarisir saat itu dilakukan oleh Tim 9, yang melibatkan BPN, anggota DPRD, ESDM dan Dinas terkait. “Hasil inventarisir tidak ada masalah. Pembebasan lahan juga terhitung, dan saat itu kami bayarkan Rp 25 juta perhektar kepada ahli waris dari keluarga Lamarota. Jadi, kami bingung sekarang. Kami tidak akomodir permintaan pihak mereka, karena kalau kami akomodir jangan sampai ada lagi yang mengklaim lahan tersebut. Artinya ada lagi keluarga almarhum Lamarota lainnya,” beber Algazali.

Lagi pula menurut dia, legalitas hukum kepemilikan lahan sudah jelas. Lahan yang sudah dibebaskan seluas 45 hektar waktu itu, sesuai dengan surat kepemilikan tanah (SKT) kepada ahli waris Lamarota dan juga warga. Itu dikeluarkan dari kecamatan dan desa. “Jadi, saat kami melakukan proses ganti rugi lahan tersebut semuanya legal,” jelasnya.

Sementara itu, Suwandi Andi meminta kepada pihak ESDM untuk menjelaskan duduk persoalan PT BPB . Kepala pelaksana tugas ESDM Sultra Andi Makkawaru mengatakan, kalau soal IUP PT BPB semuannya tidak masalah. Sebelum beroperasi, PT BPB telah mengurus izin ke Pemda saat itu. Mulai izin eksplorasi dan izin produksi. Meski waktu itu kepengurusan Izin masih domain Kabupaten Konsel, namun PT BPB menyesuaikan setelah izin diambil alih Pemprov. “Kalau bicara soal IUP, PT BPB tidak ada masalah. Kami selaku ESDM hanya bicara soal ini, yaknis soal aturan. Secara undang-undang tidak ada masalah. Kalau soal tanah di Desa Roraya kami tidak bisa menanggapinya,” kata Andi Makkawaru.

RDP semakin memanas saat Yudi kembali menceritakan soal tanah ulayat itu. Katanya, sebelumnya mereka memang sudah mengetahui, bahwa ada kelompok yang mengaku keluarga Lamarota menjual tanah tersebut ke perusahaan. Namun, saat itu kami hanya diam. Tepatnya pada 2013, setelah kami mendapat surat wasiat yang berisikan warisan tanah tersebut, barulah meminta hak-hak kami ke PT BPB. Sayangnya, saat itu, hingga sampai saat ini, PT BPB tidak pernah mengakui bahwa kami adalah ahli waris Lamarota. Mereka hanya mengaku bahwa sudah membayar pada kelompok ahli waris Lamarota yang lainnya.

“Untuk itu, kami melaporkan perusahaan ke Polda Sultra beberapa bulan lalu. Karena upaya kami untuk menyelesaikan kepada perusahaan tidak digubris,” jelasnya. Dari pihak BPN yang diwakili Bidang Hukum Pertanahan Sultra, Irwan Idrus mengakui memang saat itu waktu sebelum pembebasan lahan BPN pernah meninjau lokasi PT BPB dimaksud. Saat itu ada pengawas pengendalian (Wasdal) dari BPN dan beberapa pihak pemerintah terlibat. Nah, hasilnya saat Wadal melakukan kajian, lahan tersebut tak ada masalah. Karena, lahan yang dimaksud itu memiliki surat ketetapan tanah, yang artinya berkas penguasaan lahan ada.

“Karena yang diakui secara hukum, siapa yang mengajukan permohonan pembuatan sertifikat tanah , itu yang diakui. PT BPB memang tidak pernah, tapi mereka punya dasar yakni SKT, sementara pihak rumpun Lamarota, tidak pernah sama sekali,” terangnya. Dari hasil RDP, Suwandi Andi menyimpulkan bahwa, pihak keluarga rumpun Lamarota bersedia mengajukan gugatan hukum di pengadilan. Namun, mereka akan mencoba merembukkan secara kekeluargaan dulu.

“Jadi kalau kami, serahkan saja kepada mereka. Kalau menggugat silahkan, yang jelas tugas kami untuk mediasi sudah selesai. Kalau soal PT BPB, secara hukum, IUP mereka clean and clear dan tidak ada masalah. Namun soal penyerotoban itu, itu nanti diuji saja,” imbuhnya. (b/ade)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.