Apakah hasil Pilkada 2018 akan mencerminkan perolehan Pilpres 2019?
Hasil tiga pemilihan gubernur (pilgub) di Pulau Jawa pada 2018 dinilai bukan sebagai barometer perolehan suara pemilihan presiden tahun depan, meski menurut Komisi Pemilihan Umum, pada pemilu 2014 persentase pemilih di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mencapai 48% suara nasional.
Jadi kemenangan telak di tiga wilayah itu dalam pilkada pada Juni mendatang -kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor- bukanlah jaminan bagi partai atau koalisi di sana untuk mengantarkan kemenangan bagi calon presiden dukungannya.
"Naif jika menganggap Jawa penting dan tidak mengurus daerah yang lain. Artinya tetap dibutuhkan kontribusi suara dari daerah luar Jawa," kata Firman di Jakarta, Kamis (11/01).
"Pada akhirnya hasil akhir pilpres juga akan dipengaruhi berbagai faktor, antara lain ketokohan, dukungan finansial, jaringan politik, dan media massa," tambahnya.
Namun Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN, Yandri Susanto, menyebut kemenangan pada tiga pilgub di Jawa akan membuat pekerjaan partai politik dan calon presiden lebih ringan untuk menghadapi Pilpres 2019.
Kekalahan PDI-P dalam pilgub Banten dan DKI Jakarta tahun 2017, menurut pengamatan Yandri, membuat Presiden Joko Widodo terdesak.
Untuk pilpres tahun depan, Jokowi setidaknya sudah mendapat dukungan PDIP, Golkar, dan NasDem sehingga -tambah Yandri lagi- Jokowi berharap para kandidat gubernur dari PDI-P bisa memenangkan tiga pilgub di Jawa tahun 2018.
Di sisi lain, ia menyebut Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto berada di atas angin karena calon yang diusung partai pimpinannya berhasil memenangkan pilgub Banten dan DKI.
"Seandainya di Jawa Barat koalisi PAN-PKS-Gerindra yang nanti menang dan begitu pula di Jawa Tengah, saya kira Jokowi akan gemetar. Jadi dia pasti akan habis-habisan memenangkan calonnya tahun ini," kata Yandri.
Di Jawa Barat, koalisi Gerindra, PKS, dan PAN mengusung pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu sementara itu, PDI-P mencalonkan Tubagus Hassanudin-Anton Charliyan.
Hak atas foto ARI SAPUTRA/DETIKCOM Image caption Yandri Susanto menilai Jokowi dan PDIP akan berupaya kuat memenangkan pilgub di Jabar, Jateng, dan Jatim.Bagaimanapun Ketua DPP PDI-P, Andreas Hugo Pareira, tidak sependapat dan menegaskan partai politik tidak dapat mematok hasil pilpres semata-mata dari hasil pilgub.
"PDIP menganggap seluruh daerah itu penting," ujarnya.
Andreas menilai pilgub dan pilpres memiliki karakter yang berbeda semenara koalisi antarpartai politik dalam dua perhetalan itu pun, tambahnya, cenderung tidak tetap.
Misalnya saja PDI-P dan Gerindra yang berseberangan dalam pilpres 2014 namun malah sepakat mengusung kandidat yang sama untuk pilgub Jawa Timur dan Sulawesi Selatan untuk Pilkada 2018.
Lantas, apa keuntungan suatu partai jika memenangkan pilgub?
Menurut Firman, partai politik setidaknya dapat meraih dua modal penting apabila calon yang mereka usung memenangkan pemilihan kepala daerah, yaitu kedekatan dengan pengusaha dan juga menguasai jaringan birokrasi.
"Dukungan modal dari pengusaha dan birokrat yang berbudaya ewuh pakewuh (sungkan) terhadap pimpinan bisa dimanfaatkan partai politik secara langsung atau tidak langsung, baik legal atau ilegal," kata Firman.
Tidak sedikit kepala daerah, kata Firman, yang memerintahkan jajaran birokrat di tingkat akar rumput untuk mensosialisasikan program partai atau mempengaruhi suara pemilih walau hal itu sebenarnya bertentangan dengan undang-undang.
Hak atas foto Rengga Sancaya/Detikcom Image caption PDIP tak mendukung Ridwan Kamil yang disebut sejumlah lembaga survei memiliki elektabilitas tinggi di Jabar. Partai berlambang kepala banteng mengusung TB Hasanuddin di daerah yang tidak pernah mereka menangkan dalam dua pilgub terakhir.Lagipula -berdasarkan pengalaman sebelumnya- satu ajang politik di Indonesia tidak selalu menjadi barometer bagi hasil perhelatan politik berikutnya.
Firman menjelaskanpemilihan anggota DPR tahun 1955, misalnya, ketika Masyumi dan Partai Nasional Indonesia (PNI) sama-sama meraih 57 kursi. Namun dalam pemilihan anggota konstituante yang digelar tiga bulan berikutnya, kursi Masyumi (112) kalah dari perolehan kursi PNI (119).
Hak atas foto ARIF ARIADI/AFP Image caption Megawati dan Prabowo berduet dalam Pilpres 2009 namun kalah dari pasangan SBY-Boediono.Sementara dalam Pilpres 2009, pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono di provinsi Jawa Tengah, yang merupakan lumbung suara PDI-P yang dipimpin Megawati.
"Di Indonesia semua daerah merupakan battle ground. PDI-P pernah dihabisi Demokrat di basis suara mereka. Tidak ada jaminan suara partai kokoh di satu wilayah," kata Firman.
Masa pendaftaran calon peserta pilgub 2018 telah ditutup Rabu (10/01) dan setelah seleksi berkas dan kesehatan, maka KPUD akan menetapkan resmi para peserta pada 12 Februari mendatang.
Pencoblosan secara serentak -baik di tingkap provinsi, kabupaten, dan kota- akan digelar pada 27 Juni 2018.
Sementara itu, pengajuan bakal calon presiden akan dimulai pada Agustus 2018 atau setelah penetapan pemenang pilkada dengan pemungutan suara dijadwalkan pada 17 April 2019, bersamaan dengan pencoblosan Pemilihan Umum Legislatif.
Merujuk Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu yang dihimpun Kementerian Dalam Negeri, pemilik suara pada pemilu 2019 berjumlah sekitar 195 juta orang, atau meningkat dari 188 juta pemilih pada 2014.
Post a Comment