Mengapa aktivis lingkungan tetap menuntut penutupan total tambang emas Poboya?
Aktivitas penambangan di wilayah pegunungan Poboya, Palu, Sulteng, akhirnya dihentikan sementara setelah ditemukan lima kilogram merkuri yang berbahaya.
Namun pegiat lingkungan menganggap penutupan sementara itu akan menjadi percuma.
Poboya merupakan lokasi pertambangan emas yang terus menjadi pusat kontroversi dalam 10 tahun terakhir karena diduga menggunakan bahan berbahaya merkuri, sehingga dikhawatirkan akan mengancam kesehatan para pekerja dan sekitar 400.000 jiwa penduduk kota Palu.
Kekhwatiran akan kesehatan itu juga membayang-bayangi para penduduk di desa Kawatuna, di pinggiran kota Palu, Sulawesi Tengah. Desa yang dipadati rumah-rumah berdinding beton di pinggiran jalan raya itu merupakan lokasi terdekat menuju kawasan pertambangan emas di pegunungan Poboya.
Para pegiat lingkungan sejak awal sudah menentang keras aktivitas penambangan di atas bukit Poboya - yang sebagian wilayahnya masuk lahan taman hutan rakyat Poboya.
Hak atas foto #poboyadaruratmerkuri/Twitter/JatamSultengTapi suara-suara penentangan kalah kuat dibanding daya tarik ekonomi di lokasi penambangan emas tersebut. Buktinya, sejauh ini ada sekitar 20.000 orang yang bekerja sebagai penambang liar di perbukitan Poboya. Mereka berdatangan dari berbagai wilayah di luar kota Palu sejak 10 tahun silam.
Walaupun ada penolakan dari aktivis lingkungan dan ada hasil penelitian yang menyimpulkan tentang dampak negatif dari unsur merkuri -yang digunakan untuk mengekstraksi emas- operasi di tambang emas itu ternyata tidak surut juga sampai polisi menutup sementara.
Hak atas foto JATAM Sulteng Image caption Truk dan alat berat dilaporkan hilir mudik di wilayah pegunungan Poboya untuk mengeruk dan mengangkut tanah yang kemudian diolah menjadi emas.'Ada rasa takut'Kekhawatiran akan terkena dampak buruk dari mercuri itu agaknya tidak dirasakan oleh Tini -sebutlah begitu namanya- yang sudah lama tinggal tidak jauh dari lokasi penambangan.
"Yang pekerjanya saja tidak pernah sakit. Jadi ketakutan itu belum pernah ada pada kami," ungkapnya kepada wartawan di kota Palu, Erna Dwi Lidiawati untuk BBC Indonesia. Rumahnya persis berada di pinggir jalan raya menuju kawasan pertambangan tersebut.
Namun keprihatinan diungkapkan oleh warga lain, Rini, yang mengaku, "Memang ada rasa takut, tetapi sekarang kami belum merasakan dampaknya," ungkap Rini.
Dia juga menganjurkan agar saluran pembuangan di lokasi penambangan dijauhkan dari jaringan pipa PDAM yang mengalir ke rumahnya.
Hak atas foto JATAM/TwitterMerujuk dari hasil penelitian terbaru, mereka merupakan orang-orang yang terancam terpapar bahan beracun merkuri melalui udara dan air.
Tiga tahun lalu, hasil penelitian seorang peneliti dari Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu, Isrun Muh Nur, menemukan paparan merkuri pada tanah di Kelurahan Paboya.
Penelitian Dinas Kesehatan kota Palu pada 2014 lalu, yang dikutip LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), juga menunjukkan tujuh dari 10 sampel sumur Baku Mutu Air Bersih di kota Palu memiliki kadar merkuri 0,005ppm.
Namun pertambangan emas secara ilegal tetap berlangsung, walau berulangkali pejabat di tingkat kota maupun provinsi bertekad untuk menghentikan aktivitas penambangan yang diduga menggunakan merkurium dan, belakangan, bahkan diketahui menggunakan sianida.
Hak atas foto JATAM Sulteng Image caption Salah-seorang pekerja tambang di dalam perendaman yang diduga menggunakan sianidaSampai tiba akhir Desember 2017 lalu, ketika Kepolisian Sulawesi Tengah memerintahkan penghentian aktifitas tambang emas di wilayah pegunungan Poboya.
Seperti menguatkan hasil penelitian sebelumnya, penghentian aktivitas itu disebabkan polisi mengaku telah menemukan bahan kimia berbahaya jenis mercuri sebanyak lima kilogram di wilayah tambang milik PT Citra Palu Mineral atau CPM.
Penghentian sementara ini tak hanya berlaku bagi pemegang kontrak karya PT CPM, melainkan berlaku juga bagi penambang illegal yang masif melakukan pengerukan sejak 2005 silam hingga sekarang, kata Polda Sulteng.
Kapolda Sulteng, Rudy Sufahriadi, mengatakan PT CPM diduga telah melakukan penyimpangan dengan adanya temuan merkuri tak bertuan tersebut disaat izin operasi produksi (OP) CPM -anak perusahaan Bakrie Group- telah keluar November 2017 lalu.
Hak atas foto Jatam Sulteng Image caption Kubangan bekas perendaman yang belum ditimbun lagi setelah digunakan di atas pegunungan Poboya, Palu, Sulteng."Jadi kami melakukan penindakan, saya yang memimpin langsung penindakan tambang illegal yang ada di Poboya. Saya akan menindak dan berkoordinasi dengan CPM, batas-batas mana yang punya CPM dan yang bukan," kata Rudy.
"Nanti kita akan duduk bersama dengan semua stakeholder yang punya kepentingan yang ada di Sulteng maupun pusat," tambahnya.
Saat ini, tim penyidik Polda Sulteng sedang bekerja untuk melakukan penyelidikan terhadap temuan bahan kimia jenis mercuri lima kilogram tersebut dan mencari pemiliknya. Tujuh orang saksi saat ini sudah dimintai keterangan terkait temuan mercuri ini.
'Tanggung jawab CPM'
Dugaan temuan mercuri lima kilogram di areal PT CPM mendapat tanggapan dari anggota DPR-RI dari Komisi tujuh, Ahmad Ali, yang mengatakan perusahaan itu harus bertanggungjawab karena "membiarkannya".
Hak atas foto Heyder Affan"Ini dilakukan didepan mata secara masif, puluhan eksavator ada di sana dan tidak mungkin dilakukan oleh penambang rakyat. Ini sudah pasti korporasi yang melakukanya. Ini harus ada orang dipidana dan harus dicabut izinnya," kata Ahmad Ali kepada para wartawan di Palu.
Ahmad M Ali mengatakan pernah menggunakan drone -atau peralatan terbang tanpa awak- untuk memantau perkembangan pegunungan Poboya setelah adanya aktivitas pertambangan.
Namun drone yang digunakan untuk memotret dan merekam kondisi lingkungan di wilayah tambang Poboya, menurutnya, ditembak jatuh oleh orang tidak dikenal.
Hak atas foto Jatam Sulteng Image caption Poboya merupakan lokasi pertambangan emas yang terus menjadi pusat kontroversi dalam 10 tahun terakhir, karena diduga menggunakan bahan berbahaya merkuri."Saya nanti akan berkoordinasi dengan Komisi III DPR, kemudian kita buat pansusnya untuk memverifikasi secara bagus tentang pelanggaran kerusakan lingkungan yang ada di atas. Dimana CPM bisa dikatakan telah melanggar eksploitasi maupun pelanggaran kerusakan lingkungan," ujarnya.
'Tanpa kompromi, harus dihentikan'
Bagaimanapun, para pegiat lingkungan menuntut agar penghentian sementara aktivitas penambangan di Poboya terkait temuan merkuri harus ditindaklanjuti dengan penghentian total.
LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng -menurut salah seorang pimpinannya, Mohammad Taufik- menuntut agar penambangan liar di Poboya dihentikan total.
Dia juga mendesak agar aparat penegak hukum mengusut keterlibatan CPM, karena hasil investigasi Jatam menyimpulkan ada dugaan keterlibatan CPM dalam aktifitas penambang illegal di Poboya.
Hak atas foto JATAM Sulteng Image caption Para pegiat lingkungan dari JATAM Sulteng terus mengkampanyekan penolakan penambangan di Poboya.Temuan mereka mengungkapkan PT CPM 'bekerja sama' dengan PT Dinamika Reka Geoteknik (DRG) yang beroperasi di Poboya.
Walaupun keberadaan PT DRG disebutkan untuk memulihkan lahan yang rusak akibat aktivitas ilegal, Jatam menemukan indikasi dugaan perusahaan itu melakukan "pengambilan material yang kemudian diberikan kepada beberapa perusahaan yang memiliki perendaman."
"Kami menduga ada permainan antara DRG dan CPM," jelas Taufik.
Karena itulah, Jatam mendesak agar pemerintah membatalkan kontrak karya PT CPM di lokasi aktifitas penambangan Poboya. "Tidak boleh ada lagi kompromi lagi. Poboya harus dihentikan dari aktifitas tambang dan Poboya dihijaukan lagi, "kata Taufik.
Bantahan PT CPMTerkait penghentian sementara aktifitas di tambang Poboya, PT CPM mengatakan pihaknya mendukung upaya polisi untuk melakukan penyidikan terkait temuan mercuri di areal milik mereka.
"Dukungan yang kami berkan itu berupa support data dan informasi yang kami punya, artinya kami bisa memberikan data dan informasi untuk pengungkapan penyidikan polisi dan penegakan hukum di tambang," kata Amran Nawir.
Hak atas foto JATAM Sulteng Image caption Lokasi perendaman milik sebuah perusahaan penambangan di dalam kawasan Taman hutan raya Poboya, Palu, Sulteng.Amran menambahkan pihaknya belum melakukan penambangan dan belum mengelola hasil tambang. Sejak dikeluarkannya izin operasi produksi (OP) pada pertengahan November lalu, mereka masih melakukan kontruksi selama tiga tahun, yaitu membangun infrastruktur seperti jalan, pabrik, mes, lubang dalam, dan sebagainya.
"Kontruksi akan kita lakukan dari 2017 hingga 2020. Dan artinya, setelah 2020, eksploitasi tambang emas Poboya baru dimulai hingga berakhir di 2050," tegas Amran kepada wartawan di kota Palu, Erna Dwi Lidiawati.
"Dan keliru jika ada pihak lain yang menyatakan bahwa kami pada tahap operasi produksi atau eksploitasi. Kapan kita akan berproduksi akan dievaluasi oleh Kementrian ESDM," jelasnya lebih lanjut.
Bagaimanapun, setelah adanya penghentian oleh polisi, otomatis tahap kontruksi PT CPM dihentikan sambil menunggu hasil penyidikan polisi, katanya.
Post a Comment