Polisi Myanmar tembak mati tujuh pemrotes Buddha
Kepolisian Myanmar mengeluarkan tembakan ke arah pengunjuk rasa dari etnik Rakhine yang beragama Buddha di Mrauk U, Negara Bagian Rakhine, Selasa (16/01).
Mereka memprotes larangan peringatan tahunan keruntuhan kerajaan kuno Arakan yang ditaklukan oleh pasukan Burma lebih dari 200 tahun lalu. Lebih dari 4.000 orang mengikuti demonstrasi di Mrauk, ibu kota kerajaan kuno Arakan, setelah pihak berwenang tidak mengeluarkan izin bagi acara peringatan tersebut.
Sebagian pengunjuk rasa mengepung kantor pemerintah sebagai bentuk protes, dan polisi sampai mengeluarkan tembakan yang menewaskan tujuh orang. Sejumlah orang yang luka sudah dilarikan ke rumah sakit.
Pihak berwenang mengatakan polisi pada awalnya mengeluarkan tembakan peluru karet untuk membubarkan pemrotes. Dikatakannya bahwa polisi baru menggunakan amuninasi ketika demonstran mulai melemparkan batu dan bata.
Ketegangan komunal di negara bagian Rakhine meningkat tajam selama beberapa tahun terakhir. Adapun unjuk rasa kali ini bertepatan dengan hari ketika Myanmar dan Bangladesh menyetujui kerangka waktu pemulangan pengungsi Muslim Rohingya dari Bangladesh ke Rakhine di Myanmar.
Kekerasan terbaru ini, lapor wartawan BBC untuk Asia Tenggara, Jonathan Head, hanya akan memperumit upaya pemerintah untuk mengatasi konflik di Negara Bagian Rakhine.
Hak atas foto Reuters Image caption Warga Negara Bagian Rakhine memprotes kekerasan terhadap pemrotes di Mrauk U. Protes digelar di Sittwe, ibu kota Rakhine, Rabu (17/01).Sejak operasi militer di Rakhine Agustus lalu, lebih dari 650.000 etnik Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Banyak orang Rakhine beragama Buddha turut menyerang desa-desa Rohingya, dan para pemimpin Rakhine bersikukuh tidak akan menerima kembali pengungsi dari Bangladesh, lapor Jonathan Head.
Etnik Rakhine yang pada umumnya beragama Buddha atau juga disebut orang Arakan berasal dari kerajaan Arakan di Teluk Bengali yang ditaklukan oleh Burma pada tahun 1784.
Burma terdiri dari berbagai kelompok etnik minoritas yang jumlahnya mencapai sekitar 40% dari total penduduk negara itu.
Banyak di antara etnik minoritas tersebut mengalami persekusi yang dilakukan oleh pemerintah. Beberapa kelompok etnik membentuk tentara sendiri sebagai upaya memisahkan diri.
Konflik bersenjata terus berkobar antara pasukan pemerintah dan berbagai kelompok etnik, meskipun ada juga kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok-kelompok lain.
Post a Comment