Pengrusakan GBK karena keberingasan massa atau kurang pengamananan?

Pengrusakan GBK karena keberingasan massa atau kurang pengamananan?
gbk Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption Gelora Bung Karno Jakarta kembali menjadi tempat terjadinya kekerasan dalam pertandingan Persija melawan Bali United pada hari Minggu (18/02).

Pengrusakan fasilitas umum kembali dilakukan sebagian pendukung sepak bola pada pertandingan final Piala Presiden antara Persija melawan Bali United, hari Minggu (18/02).

Kerusakan pagar pembatas antara penonton dan lapangan Gelora Bung Karno (GBK) dipandang Muhammad Rico Rangga, Pembina Jakmania disebabkan sejumlah penggemar sepak bola memang kelompok 'sumbu pendek'.

"Di manapun, karakter suporter sumbu pendek. Ketika mereka tidak terlampiaskan keinginannya, ada sasaran mereka untuk bagaimana memuaskan keinginannya. Itu karakter suporter," kata Rico.

"Ini menjadi tugas kami sebagai pengurus Jakamania, pihak keamanan maupun pemerintah daerah (untuk menanganinya)," kata Rico yang menonton pertandingan Persija-Bali United di belakang gawang selatan.

Perbaikan tujuh pagar pembatas bisa mencapai Rp150 juta, sementara taman seluas 4,8 hektare yang 80% rusak diinjak-injak perlu diperbaiki dan memakan waktu lebih seminggu.

Hal ini perlu segera dilakukan mengingat upacara pembukaan dan penutupan Asian Games ke-18 akan diadakan di GBK pada bulan Agustus 2018.Perasaaan kebersamaan yang muncul di kerumunan dipandang juga menjadi pemicu tindakan kekerasan yang tidak akan dilakukan jika sendirian, kata Nurhadi pendukung Persatuan Sepak bola Sleman (PSS).

"Hal itu terjadi karena faktor emosional yang meningkat, elevasinya itu bersamaan, dan itu kan komunal, jadi bareng-bareng, Jadi ketika sedang sendiri dengan sedang berbanyak-banyak itu faktor emosionalnya memang berbeda," kata Nurhadi yang juga pernah terlibat melakukan pengrusakan.

Kekerasan para pendukung juga terjadi saat Persebaya Surabaya bertanding melawan PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo, Sleman.

Pada pertandingan tim nasional Indonesia melawan Islandia yang berakhir 1-4, terjadi juga kekerasan di GBK.

Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption Apakah perlu pengamanan lima kali jumlah personel, keterlibatan militer dan kehadiran kendaraan lapis baja?

Keonaran penggemar sepak bola tidak bisa dilepaskan dari ketidakpuasaan yang hidup di masyarakat dan pertandingan sepak bola menjadi saluran penyalurannya, kata wartawan lepas Budiarto Shambazy.

"Mereka bersikap begitu memang karena frustrasi sosial. Sebagian dari penggemar ini, mereka ini kebanyakan remaja atau pemuda. Yang remaja memang mungkin nakal di rumah, nakal di sekolah nggak bisa. Akhirnya mereka bisa kompensasi nakal di jalan, nggak ada yang mengawasi," kata Budiarto, wartawan senior yang sebelumnya bekerja di Kompas.

Dalam beberapa waktu terakhir terjadi lagi penggemar yang tewas di lapangan baik di GBK Jakarta, Bandung maupun Bekasi.

Perlu militer?

Mengingat cukup seringnya terjadi tindakan kekerasan saat diadakannya pertandingan sepak bola yang dihadiri ribuan orang, Rico memandang seharusnya hal ini sudah diantisipasi dengan lebih baik.

"Animo yang luar biasa, publikasi yang luar biasa bahwa pertandingan final dapat dihadiri ribuan orang. Ini harusnya diantisipasi ataupun dialokasikan, ada himbauan untuk mengadakan nobar (nonton bareng) di tiap-tiap daerah," katanya.

Ukuran GBK yang besar dipandang memerlukan pengamanan yang sebanding puluhan ribu orang yang akan menonton disana, kata Nurhadi.

"Ketika itu tidak dijaga dengan rasio yang pantas, lebih mudah jelas (terjadi keributan) karena untuk stadion sebesar itu pengamanannya biasanya juga kurang karena dari pihak kepolisian dan pihak-pihak yang aktif untuk menjaganyanya, itu biasanya pengamanannya kurang."

Hak atas foto European Photopress Agency Image caption Suporter 'bersumbu pendek' berusaha melampiaskan keinginan di pertandingan sepak bola.

Salah satu hal yang dipandang perlu dipikirkan adalah melibatkan militer dalam melakukan pengamanan, termasuk penempatan berbagai peralatan seperti panser dan sebagainya, kata Budiarto.

"Pernah dilakukan dulu ketika zaman Pak Harto, Orde Baru, di stadion itu selalu disiapkan bukan hanya personel, tetapi juga kendaraan-kendaraan yang bisa menghentikan pengrusakan oleh penonton, khususnya dulu ada mobil yang bisa menyemprotkan air, termasuk lapis baja itu untuk menimbulkan efek deterrent, penangkalan," katanya.

Sejumlah pihak memandang petugas keamanan yang diturunkan saat pertandingan, sekitar 2.000 personel, seharusnya dilipat limakan jumlahnya.

Fasilitas tidak memadai

Pada pertandingan Persija-Bali United sebenarnya pihak penyelenggara telah mempersiapkan sejumlah layar besar bagi penggemar yang tidak memiliki karcis.

Tetapi langkah ini, dan berbagai hal-hal lainnya, kata Rico tidak terlaksana dengan baik.

"Kendala yang sangat berarti, layar sudah disiapkan itu mati, mati total dan tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Mereka menunggu informasi dari mana melihat pertandingan, di dalam berteriak, uuu, dan setidaknya mereka tidak bisa melampiaskan kekecewaannya ketika massa yang sudah di luar ini," kata Muhammad Rico Rangga dari Jakmania.

GBK dipandang perlu memiliki tembok dan pagar besi yang lebih kokoh dan pembukaan lebih banyak pintu agar tidak terjadi penumpukan massa besar-besaran.

Besarnya ukuran dan kemegahan GBK dipandang sebagian pihak menjadi salah satu penyebab terjadinya keonaran.

Budiarto Shambazy memandang, Indonesia bisa belajar dari Brasil dan Inggris, yang melibatkan berbagai pihak untuk mengatasi para berandal sepak bola.

"Saya kira ini memang manajemen untuk meredam kerusuhan, untuk meredam kekerasan di arena olah raga. Dan itu ada kalau kita lihat di Wembley (di London) yang tak kalah besar, atau Maracana di Rio di Janeiro, Brasil atau stadion Olimpico di Roma sama besarnya ... saya melihat kehadiran aparat itu sudah terasa jauh sebelum kita memasuki wilayah stadion.

"Kalau di Inggris itu, biasanya pendekatan aparat keamanan juga menyertakan ahli-ahli antropologi, ahli-ahli sosial. Lalu untuk urusan kekerasannya, keberandalannya ada intel. Intel bekerja bagus menangkapi gembong-gembong," kata Budiarto yang telah meliput sepak bola di berbagai tempat di dunia.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.