UU MD3 tak diteken Presiden Jokowi, PDIP siapkan kader untuk pimpinan DPR
Revisi Undang-Undang 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD, yang biasa disebut dengan UU MD3 mulai berlaku Rabu (14/03), meski Presiden Joko Widodo tidak meneken draf yang disahkan parlemen.
Berkat ketentuan baru dalam beleid itu, satu kursi pimpinan DPR dan MPR resmi bertambah satu dan diberikan kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berstatus partai pemenang pemilu 2014.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Ahmad Basarah, menyebut siapa yang akan menempati jabatan pimpinan DPR-MPR terletak pada keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Sepanjang Bu Mega belum mengeluarkan keputusan, fraksi PDIP di DPR-MPR belum bisa memproses apapun," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/03) siang, sebagaimana dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Abraham Utama.
Tujuh hal yang harus diketahui soal revisi UU MD3 UU MD3 merupakan 'kriminalisasi' terhadap rakyat yang kritis pada DPR' Ramai-ramai menolak UU MD3: Dari petisi, usulan Perppu, dan uji materiBasarah menuturkan, jabatan pimpinan DPR-MPR merupakan posisi strategis, setara pimpinan pemerintahan.
Konsekuensinya, sebagai orang nomor satu PDIP, Megawati disebutnya memiliki hak prerogatif menentukan anggota PDIP yang pantas menjadi pimpinan di parlemen.
Ditemui terpisah, Megawati menolak berbicara kepada pers terkait kursi pimpinan DPR-MPR untuk PDIP.
Mega langsung meninggalkan kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, usai menghadiri dialog antara MPR dan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila.
Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kiri) berbisik dengan putrinya, Puan Maharani, dalam suatu acara. Megawati belum mengumumkan siapa yang akan menempati jabatan pimpinan DPR-MPR dari partai berlambang banteng tersebut.Lebih dari itu, Basarah menyebut PDIP tidak mempersoalkan Jokowi yang enggan meneken UU MD3.
"Itu yuridiksi pemerintah. Mereka berhak tidak menandatangani UU yang ditetapkan DPR," kata dia.
Pada pembentukan DPR periode 2014-2019, PDIP tidak mendapatkan kursi pimpinan walaupun berstatus pemenang pemilu. Lima kursi pimpinan ketika itu didominasi representasi partai Koalisi Merah Putih.
Sebelum revisi UU MD3 berlaku, kursi pimpinan DPR diisi perwakilan Gerindra, Golkar, Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Selain penambahan kursi pimpinan, revisi UU MD3 juga memuat aturan baru tentang kewenangan parlemen memanggil paksa pejabat negara, hak terbebas dari ancaman pidana terkait ucapan dan perbuatan sebagai legislator dan sanksi hukum bagi pengkritik DPR.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengklaim, lembaganya tidak akan memanfaatkan sejumlah aturan itu untuk kepentingan politis.
"Tidak ada yang namanya anggota DPR jadi kebal hukum. Tidak ada UU MD3 merusak demokrasi," tuturnya.
Sebelumnya, Jokowi mendorong masyarakat yang tidak setuju dengan UU MD3 untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Ia mengaku berada dalam posisi serba salah terkait beleid tersebut.
"Saya tandatangani, nanti masyarakat menyampaikan, wah ini mendukung penuh. Nggak saya tandatangani juga itu (UU MD3) tetap berjalan," ujarnya beberapa waktu lalu.
Post a Comment