Wakil pimpinan Korean Air diberhentikan karena insiden 'menyiram air'

Wakil pimpinan Korean Air diberhentikan karena insiden 'menyiram air'
korea airlines Hak atas foto Chung Sung-Jun/Getty Images Image caption Maskapai Korea Airlines memberhentikan sementara salah-seorang pimpinannya karena diduga menyiram air pimpinan perusahaan iklan, kata polisi.

Maskapai Korean Air telah memberhentikan sementara salah-seorang pimpinannya karena diduga menyiram air pimpinan perusahaan iklan, kata polisi.

Wakil Presiden Korea Airlines, Cho Hyun-min, adalah adik kandung salah-seorang pimpinan perusahaan penerbangan itu yang tengah menjalani hukuman penjara karena 'insiden kacang'.

"Korean Air telah memberhentikan sementara Cho Hyun-min dari pekerjaannya sejak 16 April hingga menunggu hasil penyelidikan kepolisian," demikian keterangan resmi maskapai penerbangan itu, seperti dilaporkan Kantor berita Reuters.

Cho, yang dikenal dengan panggilan akrab Emily Cho, telah meminta maaf pada Minggu lalu atas "kebiasaan bodoh" yang dilakukannya itu.

Hak atas foto Reuters Image caption Kakak kandung Cho, Cho Hyun-ah telah meminta maaf atas 'kasus kacang' di hadapan para wartawan pada 2014 lalu.

Tindakan menyiram air ke wajah seseorang di Korea Selatan dapat dianggap sebagai penyerangan fisik. Dua tahun lalu, seorang ibu rumah tangga didenda US$650 atau Rp8,9 juta karena menyiram air ke wajah seorang makelar perumahan saat negosiasi.

Dilaporkan, Cho melakukan tindakan itu karena tidak menyukai sikap pimpinan perusahaan iklan tersebut.

Serikat buruh menuntut Cho mundur

Sebelumnya, Cho telah menghadapi tekanan dari serikat buruh maskapai penerbangan itu agar mundur dari jabatannya setelah media massa melaporkan insiden tersebut.

Asosiasi karyawan dan pilot maskapai itu mengatakan, tindakan Cho itu telah merusak reputasi perusahaan, sehingga mereka menuntut agar dia dipecat dan meminta maaf.

Hak atas foto EPA Image caption Pada 2014 lalu, ayah Cho Hyun-ah, yang merupakan presiden direktur maskapai penerbangan Korea Air meminta maaf karena 'tidak mendidik putrinya dengan benar'.

Sebuah petisi terkait insiden ini juga telah dilayangkan dan terus mendapat dukungan dari masyarakat Korea, seperti dilaporkan Kantor berita AFP.

Intinya, petisi itu menuntut agar Cho dipecat dan maskapai itu diminta menanggalkan kata "Korea" dari nama perusahaannya.

Dalam keterangan resminya, Korea Airlines mengatakan, Cho tidak menyiramkan air dari dalam botol ke muka seseorang, tetapi menyiramkannya ke lantai. Dan menurutnya, kejadiannya bukan saat pertemuan resmi.

Cho, dalam wawancara dengan stasiun TV MBC, membantah tuduhan bahwa dirinya menyiramkan air dari gelas kepada seseorang, tetapi hanya menumpahkannya ke lantai.

Namun demikian, dia mengaku perbuatannya itu "bodoh".

Insiden kacang

Pada 2014 lalu, kakak kandung Cho, yaitu Cho Hyun-ah, menjadi sorotan media setelah dia meminta seorang pramugari Korea Airlines di kabin kelas utama diturunkan dari pesawat karena tidak menyuguhkan kacang di atas piring.

Akibatnya, keberangkatan pesawat dari New York ke bandara Incheon, Korea Selatan, tertunda sekitar 20 menit.

Keduanya, Cho Hyun-min dan Cho Hyun-ah, merupakan anak kandung pemilik Korea Airlines, Cho Yang-ho.

Hak atas foto Chung Sung-Jun/Getty Images Image caption Korean Air mengatakan, Cho tidak menyiramkan air dari dalam botol ke muka seseorang, tetapi menyiramkannya ke lantai. Dan menurutnya, kejadiannya bukan saat pertemuan resmi.

Dalam insiden kacang, Cho Hyun-ah diadili dan dihukum penjara selama setahun, tetapi kemudian dibebaskan setelah sempat menjalani hukuman selama lima bulan.

Dia kemudian ditunjuk menjadi pimpinan hotel milik maskapai penerbangan itu pada Maret lalu.

Bagaimanapun, insiden baru yang melibatkan keluarga konglomerat - yang disebut chaebol di Korea Selatan - sudah menjadi keprihatinan umum di negara itu.

Kebiasaan buruk itu dipertontonkan oleh keluarga orang-orang kaya dan berkuasa, terutama oleh generasi kedua dan ketiga, para pendiri perusahaan-perusahaan besar.

"Para pendiri konglomerasi itu diselubungi mitos. Mereka memiliki legitimasi, karena membangun perusahaannya dari nol," kata Chang Sea-jin, pengamat ekonomi di Institut Sains dan Teknologi kepada Kantor berita Reuters.

"Tetapi, pimpinan generasi kedua dan ketiganya tidak lagi memiliki legitimasi. Mereka mudah tumbuh dan berkembang dengan asupan 'sendok emas' di mulut mereka," katanya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.