Pro dan kontra Bali sehari tanpa internet saat Nyepi

Pro dan kontra Bali sehari tanpa internet saat Nyepi
Nyepi Hak atas foto Kompas Image caption Sepinya bandar udara Bali saat nyepi.

Selama 24 jam saat Nyepi, seluruh warga Bali tidak boleh menyalakan listrik dan api, tak mendengarkan musik, tak bepergian dan tinggal di dalam rumah. Kini ada kemungkinan kondisi itu ditambah dengan tidak ada internet?

Rapat bersama Majelis Agama Provinsi Bali sepakat meminta Kementerian Telekomunikasi dan Informatika untuk mematikan internet di seluruh Pulau Bali pada saat Nyepi, 17 Maret mendatang.

"Kami akan audiensi ke Kominfo untuk meminta mereka menindaklanjuti usulan ini dan meminta agar operator mematikan internet," kata Ketua Parisada Hindu Dharma I Gusti Ngurah Sudiana saat dihubungi BBC Indonesia, 6 Maret 2018.

Ini adalah pertama kalinya permintaan semacam ini dilayangkan.

Kehidupan warga Bali dengan latar belakang letusan Gunung Agung Apakah kunjungan wisata Anda sesuai atau bertentangan dengan HAM?

Ngurah Sudiana menjelaskan bahwa saat Nyepi, umat Hindu harus melakukan Catur Brata Penyepian, yaitu tidak melakukan empat hal.

Yang pertama adalah amati gni, atau tidak menyalakan api, amati karya atau tidak bekerja, amati lelungan yaitu tidak bepergian, dan amati lelanguan, yang berarti menjauhkan diri dari hiburan.

Tidak menggunakan internet termasuk dalam menjauhkan diri dari hiburan.

"Nyepi adalah kekhususan yang dimiliki umat Hindu, hanya satu-satunya di dunia, jadi tidak ada salahnya mematikan internet sehari saja."

"Rapat bersama beberapa instansi memutuskan untuk meminta provider Internet agar meliburkan layanan internet selama Nyepi," tambah I Gusti Ngurah Sudiana.

Sudiana menjelaskan bahwa keputusan ini diambil dalam rapat bersama yang dihadiri oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia, Pemerintah Provinsi Bali, DPRD Bali, Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali, Polda Bali dan lain-lain.

Hak atas foto PhDI/I Gusti Ngurah Sudiana Image caption Surat seruan bersama.

Seruan bersama tersebut juga ditandatangani oleh Gubernur Bali Made Mangku Prastika, Komandan Korem 163/Wirasatya I Gde Widiyana dan Kapolda Bali Petrus R Golose.

Surat tersebut berisi delapan seruan, termasuk larangan siaran bagi televisi dan radio dan kewajiban menjaga dan menghormati Hari Raya Suci Nyepi.

Satu hal yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya adalah seruan keempat berupa provider penyedia jasa seluler yang diharapkan untuk mematikan data seluler (internet) dari Sabtu 17 Maret 2018 pukul 06.00 WITA hingga Minggu 18 Maret pada jam yang sama.

Permohonan akan disampaikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika yang diharapkan dapat mengabulkan usulan yang dihasilkan dari rapat tersebut.

"Saya yakin Kominfo akan mendukung usulan ini, untuk membantu umat Hindu di Bali untuk lebih fokus dalam beribadah saat Nyepi," kata Gusti Ngurah.

Jika pun Kementerian Informasi tak mengabulkan permintaan mereka, surat ini akan tetap menjadi imbauan bagi operator dan umat Hindu. "Hanya satu hari dalam setahun, saya berharap para operator bisa mendukung Nyepi, dan umat Hindu bisa lebih dalam memaknai Nyepi."

Hak atas foto Getty Images Image caption Sepinya Nyepi di Bali

Tanggapan beragam datang dari pelaku usaha dan warga Bali.

Pengusaha I Gde Wiratha, pemilik beberapa hotel, pub, restoran dan cruise di Bali–termasuk Ku De Ta dan Double Six–mendukung penuh keputusan Parisadha Hindu Dharma Indonesia. Kondisi tanpa internet dianggapnya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis yang ingin sesuatu yang berbeda.

I Gde Wiratha justru berharap pemerintah bisa benar-benar memutuskan jaringan internet di Bali selama Nyepi.

"Bagus, kalau sampai benar bisa dilakukan, berarti ini cuma satu-satunya di dunia yang bisa memutuskan kepentingan individu demi menghormati alam semesta, sehari tok, 24 jam selama setahun. Mana ada di tempat lain di dunia yang bisa begitu," kata dia.

Mantan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran sekaligus mantan Ketua Kadin Bali ini optimistis padamnya internet tak ada menimbulkan masalah bisnis.

"Bisnis itu relatif, kadang sepi kadang ramai, tapi saya yakin Nyepi berdampak kesan positif untuk Bali. Buktinya, Bali sudah delapan tahun jadi tujuan wisata nomor satu di dunia, buat orang-orang yang memang ingin ketenangan, perlu istirahat dan intropeksi diri, kapan lagi?" kata pengusaha yang punya ribuan pegawai ini.

Vakansi ala Obama: empat hari menjelajah Bali dan Yogyakarta Aplikasi wisata sekaligus merawat warisan budaya

Adapun perwakilan Badan Promosi Pariwisata Daerah, Anak Agung Suryawan Wiranatha, menganggap himbauan ini terlalu berlebihan.

"Nyepi itu introspeksinya ke dalam, mengatur diri sendiri. Kalau dipaksa pelaksanaannya tidak dari dalam diri sendiri. Imbauan ini terlalu berlebihan, kan di Bali tidak hanya ada umat Hindu," kata Anak Agung Suryawan kepada BBC Indonesia.

Sebagai pemeluk agama Hindu, Anak Agung menyatakan tidak akan menggunakan internet saat berpuasa di Hari Raya Nyepi namun dia tidak ingin orang yang tidak beragama Hindu dipaksa puasa internet.

"Orang lain yang bukan Hindu silakan saja melakukan sesuatu dengan internet. Asal mereka tidak mengganggu jalannya Nyepi, misalnya menyetel musik keras-keras dari internet. Itupun yang menganggu suaranya, bukan internetnya." tegasnya.

Warganet pun ramai berkomentar atas himbauan tersebut. Ada yang menyatakan setuju dan ada pula yang tidak setuju.

Anak Agung Gde Deva Yusa Wedangsa Laba, seorang mahasiswa, menyatakan setuju dengan keputusan tersebut: "Sudah seharusnya menurut saya, karena saat Nyepi ini waktunya untuk berkumpul dengan keluarga."

Namun Eve Tedja, warga Denpasar yang juga turut merayakan Nyepi menganggap keputusan tersebut berlebihan.

"Warga Bali bukan cuma umat Hindu, ada turis, ada yang beragama lain, jadi saya rasa ini terlalu berlebihan," kata Eve ketika dihubungi BBC Indonesia lewat telepon.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.